Jumat, 07 Januari 2011

pernikahan dini

jaman nenekku masih remaja, gadis usia 14 tahun tuh harus udah dinikahkan. lha kalo' sampe 15 keatas masih "single" bisa disebut 'perawan tua'.

mungkin seiring ama perkembangan jaman yah?
kudu bersyukur, paling enggak ibuQ merid sampe pada akhirnya ayahku sukses membuahi sel telur ibu dan melahirkanku di usia yang relatif 'cukup' untuk tingkat 'keamanan'.

kenapa aku pake istilah 'aman'? soalnya, secara ilmiah seperti yang dijelaskan dr. Joko Agus Gunawan kepadaku tadi- di usia 20-30 tahun sang Ibu, "Usia segitu rahim benar2 matang dan siapp di buahi dan Resiko kelainan janin juga kecil"
ibuku melahirkanku di usia yang 'aman' secara medis dan 'mapan' secara psikis.

Beberapa hari yang lalu di acara buka bersam keluarga besar, usai makan-makan dan masuk dalam perbincangan santai keluarga, tiba-tiba ayah nyeletuk, "kira-kira anakku yang mana ya, yang 'dimantu' duluan...?"

owh, buru-buru aku kabur deh ke dapur, bantuin nyuci piring di sumur lebih baik dari pada terjerumus dalam dera dan siksa kodrat seorang perempuan yg sudah cukup umur untuk dinikahkan secara agama maupun hukum perdata berlaku di hadapan kedua orang tua dan sanak saudaranya! (lebay.com)

benak saya berfikir keras untuk melawan sebuah 'tuntutan' itu. entah kenapa saya harus mengingkari sunnah rasul pada Aisyah yang dinikahi di usia dini. toh Aisyah bisa menjadi 'ummul mukminuun dan mendapat predikat 'yaa humaira' dari orang nomor satu pembawa Diinul islam itu. berarti secara usia, paling enggak aku udah jauh diatasnya kan?

so, why?
terkadang beberapa teman mengatakan kepadaku disaat-saat aku usai memberikan solusi ataupun sekedar tendensi dari masalah-masalah relationship mereka, "wahh... yang senior yang merid dulu nih kayaknya."

apa dengan memberikan beberapa masukan untuk masalah hubungan percintaan itu berarti aku udah siap buat merid? no!!

bagaimanapun aku belum siap.

belum siap?
ya. secara internal untuk memenuhi egoisme jiwa muda,liar dan petualanganku (tolong jangan diartikan negatif. okay.^^ )

Pertama, masih baaaaanyaaakkk hal-hal yang ingin kugapai dan kupenuhi dalam hidupku ini. paling enggak di era 'sendiri'ku sebelum aku menerima kewajiban haqiqi seorang perempuan dalam rumah tangga.

for example,
Mana bisa aku keliling dunia dengan jabang bayi dirahimku atau baby dan balita bergelantungan dilenganku yang setiap saat merengek minta susu?

nah,, alasan keduaku,

Jujur, aku masih bener-bener nelangsa, (terkait note "perempuan" sebelumnya) melihat induk masa depan semakin terpuruk akhlak dan pemikirannya.
suatu ketika aku pernah berbincang dengan seorang (maaf,) PSK. yaph, penjaja seks komersil tentang apa dan mengapa mereka begitu?
kasarannya aku bertanya begini, "Kenapa mbak memilih jalan ini untuk mencari nafkah?"

si emba' yang cantik dan bahenol menjawab, sedikit sinis, entah karena cara bicaraku atau pemilihan kata-ku yg salah, atauu....apa ya?
"nafkah? aku ndak cari nafkah. aku cuma nyari kehidupan disini... pejabat mudahnya korupsi kan, aku juga bisa mengorupsi uangnya koruptor saat mereka terjebak diantara dua paha yang kujajakan."

Astaghfirullohaladzim, benar-benar tragis. dan aku masih berusaha tersenyum mesikipun mungkin terlihat,-kecut.

"Mohon maaf ya,mbak. kalau mbak bersedia untuk berbagi demi palajaran bagi perempuan lain. kenapa mbak bisa memilih jalan ini untuk melanjutakan hidup embak, maksud saya, apa ada masalah yang mendorong mbak untuk ini?" tanyaku dengan perlahan, jelas, dan dihiasi senyum disetiap akhir kata kuucapkan.

si embak menata duduknya, raut wajahnya mulai melunak.
dengan sungguh-sungguh dan takzim aku mempersiapkan diri mendengarkannya,
"dulu awalnya aku diperkosa sama pacarku, tragis sekali. Berkali-kali, semakin aku menolak, semakin dia memaksa saya. hal itu terjadi berulang kali." dia terdiam sebentar, baru aku membuka mulut untuk melontarkan pertanyaan lagi, tapi kutahan, dia mulai melanjutkan,
"jangan kamu tanya kenapa aku tetap patuh. aku cinta sama dia, dia anak orang kaya dan melimpahkan cintanya padaku. dia juga bilang mau bertanggung jawab."

kuperhatikan perubahan pada mimik wajahnya mulai mengeras.

"sampai aku hamil delapan bulan, baru dia menikahiku. tapi setelah melahirkan aku tak pernah tau dimana anakku, waktu aku tanya, dengan entengnya dia menjawab anakku sudah mati dan dikubur bersama ari-arinya."

air mata mulai menetes dari sudut matanya, mulai jatuh melunturkan rias bedak tebal diwajahnya,

"hampir satu bulan aku seperti orang gila, ndak mau makan kecuali disuapin. tiba-tiba suatu hari aku ajak pergi keluar kota, kata suamiku itu rumah temannya. aku masih ingat, rumah itu gelap dan kotor, ada di perumahan sepi dekat pantai. Belakangan aku tau, ternyata itu rumah transaksi perempuan untuk dijual ke mucikari-mucikari brengsek."

dia mulai lelah dan menyandarkan tubuhnya di dinding.

"lalu aku dijual kepada seorang Bos-entah siapa. katanya aku dijadikan pembantu dirumahnya. sebulan aku dirumah mewahnya, ternyata cuma dijadikan ...." air matanya semakin deras, dia mulai susah bicara, nafasnya tersengal-sengal, terisak.

"....aku kabur dan memutuskan untuk mencari kehidupan yang mudah. toh harga diriku sudah tak ada. buat apa lagi jual harga diri? diobral juga malah laku."

"Mbak pernah punya anak kan? disengaja atau tidak?" tanyaku

dia mengangguk, "Empat anakku kubiarkan mencari kehidupannya sendiri sejak usia balita. percuma, aku juga tak punya biaya."

"lalu dimana mereka sekarang?"

"aku tak tau, meskipun terkadang aku merasa bersalah dan merindukan mereka."


Subhanallah, aku benar-benar takut untuk menuruti hasrat sesaat remaja. berkeluarga bukanlah hal yang mudah bagi orang-orang yang belum dewasa. Pemikiran yang begitu simple, sampai-sampai tidak panjang menuju masa depan, bagaimana bisa mempunyai keluarga yang utuh?

aku masih ingin bertemu dan berbincang dengan banyak orang dihidupku, aku ingin berempati dengan masyarakat luas yang mempunya situasi dan mengakibatkan kondisi status sosial yang berbeda-beda.

mengapa kaum PSK dinilai negatif oleh pandangan masyarakat, padahal tidak semua benar-benar perempuan nakal,kan?
mereka dijerumuskan dalam keluguannya oleh oknum tak bertanggungjawab.

dan kenapa mereka dipersalahkan?
karena seperti mereka tidak memiliki didikan yang cukup dari kedua orang tuanya, sehingga terjerumus dalam pergaulan bebas di usia dini.
kenapa orang tua mereka tidak bisa mendidik dengan baik?

karena dijaman mereka, tak pernah mereka sekolah. kesenjangan sosial di jaman dahulu yang memaksa keadaan untuk berpihak pada yang kaya saja. lalu bagailaman dengan si miskin?

menjadikan anak-anak yang kelak menjadi ibu itu sebagai sosok yang minim pengetahuan dan mudah terpengaruh. mereka tidak mempunya karakter dan idealis, ikut saja kemana aliran sungai. bagaimana jika yang diikuti tak bertanggung jawab?

Aku masih ingin, mencari pelajaran seluas-luasnya, formal maupun nonformal. supaya aku bisa mendidik anak-anakku menjadi anak yang hebat dan pandai, supaya anak-anakku kelak menjadi ibu yang pandai dan dapat mendidik anak-anaknya.

Ketiga, tidak akan kuturuti sekalipun itu adalah sebuah perintah, jika tanpa kehendakku sendiri.
berbakti bukun berarti seperti kerbau dicocok hidungnya untuk mengikuti segala perintah. seandainya pernikahan dibawah perintah kedua orang tua, lalu ada permasalahan yang timbul, secara pasti si anak menyalahkan orang tua yang memilihkan jodoh untuknya,

padahal, apakah itu pantas, dalam hubungan pribadi laki-laki dan perempuan, terlebih rumah tangga, ketika ada masalah malah menyalahkan orang lain?


aku memutuskan untuk bertanggung jawab dengans egala keputusanku.
keputusan untuk menikah, berkeluarga, dan itu menjadi tanggung jawabku sendiri.


Nah, jangan dikira aku nggak kepingin melihat teman-teman dekatku memajang foto perkawinannya di fesbuk, atau memamerkan sikecil di pelukannya pada saat reuni SMA...?

sedangkan aku masih jomblo, single!

serius, Naluri perempuanku juga tergoda, Aku juga kepengen!

tapi nanti, nggak sekarang.
nanti, setelah aku siap-seperti ibuku saat melahirkanku. secara medis dan psikis.
demi menjaga keturunanku dari kebodohan, demi turut memperbaiki generasi penerus bangsa dan pribadi agamaku.


bagaimana denganmu dan calon istrimu kelak? :) Selengkapnya...